Kiat Sukses Dari al-Quran
KIAT SUKSES DARI AL-QUR’AN
يُرْشِدُ اللهُ عِبَادَهُ فِي كِتَابِهِ مِنْ جِهَةِ الْعَمَلِ إِلَى قَصْرِ نَظْرِهِمْ عَلَى الْحَالَةِ الْحَاضِرْةِ الَّتِي هُمْ فِيْهَا وَمِنْ جِهَةِ التَّرْغِيْبِ فِي الأَمْرِ وَالتَّرْهِيْبِ مِنْ ضِدِّهِ إِلِى مَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهَا مِنَ الْمَصَالِحِ، وَ مِنْ جِهَةِ النِّعَمِ إِلَى النَّظْرِ إِلَى ضِدِّهَا
Dalam al-Qur’an, Allâh Azza wa Jalla memberikan tuntunan kepada para hamba-Nya dalam masalah pekerjaan agar fokus pada pekerjaan waktu itu; Dalam rangka motivasi untuk melakukan sesuatu dan menghindari lawannya (Allâh Azza wa Jalla menuntunkan) agar melihat efek positif yang akan timbul; Sedangkan dalam masalah kenikmatan (Allâh Azza wa Jalla menuntun para hamba-Nya) agar melihat kepada lawan dari kenikmatan tersebut[1]
Ini termasuk kaidah penting dan sangat bernilai yang ditunjukkan oleh banyak ayat dalam al-Qur’an. Kaidah ini berisikan managemen terbaik untuk meningkatkan hasil pencapaian dari suatu aktivitas. Kaidah singkat ini berisikan tiga unsur :
- Dalam masalah pekerjaan, Allâh Azza wa Jalla memberikan tuntunan kepada para hamba-Nya agar fokus pada pekerjaan waktu itu
- Dalam rangka memotivasi untuk melakukan sesuatu dan menghindari lawannya, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada para hamba-Nya agar melihat hasil positif yang akan diraih
- Dalam masalah kenikmatan, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada para hamba-Nya agar melihat dan memperhatikan keadaan yang berlawanan dengannya
Fokus Pada Pekerjaan Waktu Itu
Setiap orang memiliki aktivitas yang ingin dikerjakan dengan baik dan meraih hasil maksimal. Namun karena terlalu banyak, terkadang seseorang bingung, mana pekerjaan yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya ? Satu pekerjaan belum tuntas, pekerjaan berikutnya sudah menunggu. Akibatnya, hampir bisa dipastikan yaitu kurang konsen yang berefek pada hasil dan pekerjaan berikutnya.
Lalu bagaimanakah kiat mengatasi problem ini ? Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’di rahimahullah memberikan kiat penting yaitu untuk mencapai hasil maksimal, kita harus fokus pada pekerjaan waktu itu. Kiat ini beliau rahimahullah simpulkan dari ayat-ayat al-Qur’an. Beliau rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang sibuk dengan pekerjaan yang merupakan pekerjaannya saat itu, dia fakus padanya, lahir dan bathin, maka dia akan meraih sukses dan pekerjaan itu akan bisa selesai dengan baik. Namun jika saat itu, dia melirik atau jiwanya menginginkan pekerjaan lain yang belum waktunya, maka semangatnya akan berkurang dan konsentrasi buyar. Sehingga perhatiannya kepada pekerjaan lain akan mengurangi kemampuannya menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan mengurangi konsentrasi. Yang pada gilirannya, saat waktu pekerjaan yang diinginkan itu datang, justru semangatnya melemah. Bahkan terkadang, pekerjaan berikutnya sangat tergantung pada pekerjaan pertama. (sehingga jika yang pertama kurang maksimal atau gagal), berarti dia akan kehilangan keduanya. Berbeda dengan orang yang berkonsentrasi dan fokus pada pekerjaannya saat itu, ketika waktu perkejaan berikutnya tiba, dia sudah siap, semangat dan menyambutnya dengan penuh suka. Sehingga pekerjaan pertamanya menjadi pendukung bagi pekerjaan berikutnya. Diantara landasan kesimpulan ini yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ قِيْلَ لَهُمْ كُفُّوْٓا اَيْدِيَكُمْ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۚ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ اِذَا فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللّٰهِ اَوْ اَشَدَّ خَشْيَةً ۚ وَقَالُوْا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَۚ
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, “Tahanlah tanganmu (dari berperang) ! Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!” setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allâh, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata, “Ya Rabb kami, mengapa Engkau wajibkan kami berperang ?[an-Nisa’/4:77]
Perhatkanlah keadaan orang-orang yang diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam ayat di atas. (Mereka ingin sekali memerangi orang-orang kafir, padahal saat itu belum waktunya. Saat itu, mereka baru diwajibkan mendirikan shalat dan menunaikan zakat[2]). Ketika kewajiban berperang itu tiba, mereka justru melemah dan semangat mereka lenyap.
Semisal dengan ayat di atas yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلَقَدْ كُنْتُمْ تَمَنَّوْنَ الْمَوْتَ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَلْقَوْهُۖ فَقَدْ رَاَيْتُمُوْهُ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ
Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; (sekarang) sungguh kamu telah melihatnya dan kamu menyaksikannya. [Ali Imran/3:143]
Masalah ini dijelaskan dengan gamblang dalam firman-Nya :
وَلَوْ اَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ اَنِ اقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ اَوِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ مَّا فَعَلُوْهُ اِلَّا قَلِيْلٌ مِّنْهُمْ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ فَعَلُوْا مَا يُوْعَظُوْنَ بِهٖ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَاَشَدَّ تَثْبِيْتًاۙ
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka) [an-Nisa’/4:66]
Begitu juga dengan firman Allâh Azza wa Jalla :
وَمِنْهُمْ مَّنْ عٰهَدَ اللّٰهَ لَىِٕنْ اٰتٰىنَا مِنْ فَضْلِهٖ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ – فَلَمَّآ اٰتٰىهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖ بَخِلُوْا بِهٖ وَتَوَلَّوْا وَّهُمْ -فَاَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِيْ قُلُوْبِهِمْ اِلٰى يَوْمِ يَلْقَوْنَهٗ
Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allâh, “Sesungguhnya jika Allâh memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan kami pasti kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allâh memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allâh menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allâh [at-Taubah/9:75-77]
Dalam ayat-ayat ini Allâh Azza wa Jalla memerintahkan pada hamba-Nya untuk menjadi orang pada zamannya dan melakukan sesuatu yang menjadi pekerjaannya kala itu.[3]
Namun ini jangan diartikan bahwa kita tidak boleh memiliki rencana di masa yang akan datang. Karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga punya perencanaan. Hanya saja, jangan sampai apa yang akan datang itu melalaikan kita dari pekerjaan yang sedang kita lakukan.
Melihat Hasil Positif Yang Akan diraih
Pada uraian di atas dijelaskan bahwa diantara tuntunan Allâh Azza wa Jalla kepada para hamba-Nya agar bisa meraih sukses yaitu fokus pada pekerjaan yang sedang dilakukannya atau yang menjadi kewajibannya pada waktu itu. Adapun terkait dengan masalah-masalah yang akan datang, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk melihat dampak positif dan negatif yang akan dihasilkannya dari apa yang dia lakukan saat ini. Sehingga bisa menjadi motivasi untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan menghindari yang berbahaya.
Disini kita harus jeli membedakan antara sibuk memperhatikan pekerjaan yang belum waktunya untuk dikerjakan dengan merenungi ganjaran atau dampak positif dari pekerjaan yang sedang kita lakukan. Perhatikanlah firman Allâh Azza wa Jalla berikut ini :
وَلَا تَهِنُوْا فِى ابْتِغَاۤءِ الْقَوْمِ ۗ اِنْ تَكُوْنُوْا تَأْلَمُوْنَ فَاِنَّهُمْ يَأْلَمُوْنَ كَمَا تَأْلَمُوْنَ ۚوَتَرْجُوْنَ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا يَرْجُوْنَ
Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allâh apa yang tidak mereka harapkan.[an-Nisa’/4:104]
Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla memberikan motivasi kepada kaum Muslimin untuk tidak lemah dihadapan para musuh. Allâh Azza wa Jalla mengingatkan bahwa para musuh itu juga bisa merasakan sakit sebagaimana kaum Muslimin. Namun rasa sakit ini berakhir dengan sesuatu yang berbeda. Rasa sakit mereka hanya dalam rangka meraih dunia yang tidak kekal sementara rasa sakit yang dirasakan kaum Muslimin akan berbuah dunia dan akhirat. Jika ini dipahami dengan baik, maka kaum Muslimin akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan saat ini.
Perhatikanlah Kondisi sebaliknya
Diantara bukti kasih sayang Allâh kepada hamba-Nya, Allâh Azza wa Jalla memberikan berbagai kenikmatan dan berjanji akan menambah kenikmatan tersebut jika mereka bersyukur. Tidak hanya itu, Allâh Azza wa Jalla juga memberikan kiat agar bisa bersyukur yaitu dengan melihat lawan dari kenikmatan tersebut. Ini banyak ditemukan dalam al-Qur’an. Misalnya, Allâh Azza wa Jalla mengingat hamba-Nya akan nikmat Allâh Azza wa Jalla berupa nikmat Islam yang membuahkan berbagai kenikmatan lain. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Sungguh Allâh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allâh mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allâh, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.[Ali Imrân/3:164]
Juga firman-Nya :
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allâh, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allâh kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allâh mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allâh, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allâh menyelamatkan kamu dari padanya.[Ali Imrân/3:103]
Demikianlah tuntunan Allâh Azza wa Jalla terkait dengan aspek ini. Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa memberikan hidayah kepada kita semua sehingga tetap istiqâmah di atas jalan-Nya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_____
Footnote
[1] Diangkat dari al-Qawa’idul Hisaan, Syaikh Abdurrahman Nasir as-Sa’di, kaidah ke-41
[2] Lihat syarah Syaikh Khalid al-Musyaiqih terhadap kaidah ini)
[3] Selesai perkataan Syaikh Abdurrahman Nashir dengan terjemahan bebas
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/31756-kiat-sukses-dari-al-quran.html